Senin, 15 Juni 2015

Merenungkan dan Mensiasati Arti Sebuah 'Kehilangan'

Sedih, pilu, merana dan seabreg perasaan ngilu di hati lainnya tatkala kita ditinggal oleh orang yang sangat kita cintai. Seorang bisa mengambil jalan pintas yang lebih praktis untuk mengakhiri derita yang dirasakannya. Namun semua kembali kepada diri kita masing-masing. Seberapa kuat kita menerima terpaan ujian tersebut. Dan itu bisa membuktikan pada level mana tingkat keimanan kita.
Kehilangan. Ya. Kejadian yang sesederhana apapun akan membuat perubahan suasana hati. Positif atau negatif.
Dulur, problematika kehidupan mengajarkan kepada kita untuk terus siap menghadapi dan mengambil alternatif terbaik dari setiap musibah atau ujian. Belajar dari masa lalu adalah hal positif yang sesekali perlu kita renungkan dan menjadi penyemangat dalam menapaki waktu mendatang.
Kehilangan seseorang atau sesuatu yang kita cintai mungkin menjadi bagian dari kehidupan kita, namun seringkali kita tidak siap untuk menghadapinya.








Siap atau tidak siap, mau atau tidak mau hal itu pasti akan terjadi. Lantas, apakah kehidupan kita berhenti sampai disitu? Tentu tidak.
Bersama atau tidak dengan orang yang kita sayangi, kita tetap harus melanjutkan kehidupan ini sampai akhir masa kita. Goncangan berat yang menimpa lebih banyak disebabkan karena ego kita, karena rasa kasihan kepada kita sendiri. Kalut memikirkan kedepannya seperti apa, bagaimana bisa mencukupi kebutuhan seperti selama ini, dan alasan-alasan kesendirian lainnya. Seseorang akan lebih tegar jika kemandirian sudah dia lakukan. Ketergantungan terhadap orang yang meninggalkan kita sudah tidak ada lagi. Kesedihan yang muncul hanya karena rasa sayang dan cinta semata. Bukan meratapi nasib kita untuk masa yang akan datang. Kesedihan yang sewajarnya hadir sebatas tidak bisa jumpa dan bersamanya lagi, tidak bisa bersendau-gurau, berasyik-masyuk, namun tidak sampai kehilangan gantungan hidup, orientasi dan asa.
Dulur, kehilangan terhadap yang lainnya juga tidak jauh beda. Selama kita tidak menjadikannya dominan di hati, maka kita akan segera merasa legowo, nrimo dan ikhlas. Atau mungkin justru dengan sangat mudah kita melupakannya
Kasihan pada diri sendiri, hati terlalu kekeh memegangnya, tak ada ia tak akan jalan dan sebagainya merupakan bumerang yang akhirnya hanya akan merusak kita sendiri. Fisik maupun mental. Gampang surut semangat ketika terkenang kembali. Muda menyalahkan keadaan. Dan seabreg pembenaran lainnya.
Untuk itu dulur, letakkan semuanya pada porsinya. Niscaya kita bisa melangkah dengan ringan. Matahari bisa lebih indah sinarnya. Angin lebih terasa menyejukkan.
Ini hanya sebagai sarana untuk menasehati diri ya dulur. Kalau memang ada yang bisa diambil manfaatnya ya alhamdulillah.
Demikian dulu tulisan ini, kita sambung lain waktu. Monggo.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar