Senin, 21 April 2014

Mengapa Rambutan Bisa Menyebabkan Tipes?

Sopo nyono pinginnya ngirit malah jadi pesakitan di bangsal rumah sakit?
Cerita ini terjadi di era tahun 2005, dua minggu sebelum Iedul Adha.

Sekian lama ngempet rindu pada ortu, diputuskan untuk pulkam hari Sabtu pagi ke kota kecil penuh kenangan, Wonosobo. Pernah dengar dataran tinggi Dieng? Kripik jamur atau mi ongklok yang terkenal maknyus disantap panas-panas? Itulah tempat kelahiranku. Mungkin lain kali tak critain ya. Karena kepingin leyeh-leyeh alias nyantai dan tidak terburu-buru, maka dipilihlah kereta api. Padahal naik kereta api harus nyambung bis kisaran dua jam setengah lagi. Kalo naik bis, bisa langsung turung depan kampung.

Singkat cerita, tanpa sarapan langsung menuju stasiun Jatinegara. Alhamdulillah tiket KA Sawunggalih pagi masih tersedia. Beli tiket tanpa antri panjang. Tak lama menunggu keretapun datang. Jug ujug ujuuug... kaya lagu yang lagi ngetren sekarang hehehe.

Kliyep-kliyep, mata semakin sepet. Tapi perut protes minta untuk diisi. Cacing-cacing sudah berdemo sejak tadi.  Pegawai restorasi hilir mudik menawarkan menu menggoda. Tapi 'ngirit' kuncinya.
Sampai sekitar Cikampek, beberapa pedagang rambutan naik kereta dan mulai menjajakan dagangannya. Hmmm enak nih makan rambutan, pikirku. Harganya satu ikat berisi tiga ikatan kecil 10 ribu rupiah, tanpa nawar langsung tak bayar. Lumayan sebagai pengganti sarapan atau makan siang sekaligus. Maklum, satu tas kresek besar.

Sambil menahan kemecer, satu persatu rambutan kukupas dan pluk, masuk ke mulut. Hmmm maniiisss. Sesekali bijinya juga tak makan. Dah pernah makan biji rambutan? Rasanya kaya kacang almond (versi orang lapar hehehe). Mantap pokoke lah...
Dalam satu episode, rambutan satu tras kresek besar perpindah ke perut beserta sebagian biji-bijinya. Kenyang. Cukup bekal sampai ke Wonosobo.

Beberapa kali tertidur, sampai ke Purwokerto. Dari stasiun nyambung naik becak ke terminal. Ongkosnya sama dengan satu ikat rambutan tadi.
Dipilih bisnya dan brruuummmmm menuju kota nan asri.

Segala hajat sudah terlunaskan. Segala kerinduan sudah terpenuhkan. Minggu sore waktunya kembali ke Jakarta.
Badan mulai gak enak. Kepala sedikit puyeng. Otot-otat  terasa pegal. Pinggang seperti dipukul. Sampai di rumah kondisi tidak membaik. Bumi seakan bergoyang. Tenaga hilang entah kemana. Gemetar.
Kupaksakan diri naik motor legendaris Suzuki A100 yang suaranya bisa membangunkan batman dalam tidur nyenyaknya, menuju rumah sakit Harum di bilangan Kali Malang.
Cek darah dan sebagainya, aku difonis terkena tipes. Innalillah... Dengan sangat terpaksa menjadi pesakitan selama 5 hari.

Telusur punya telusur, info dari beberapa orang (entah benar atau salah) kalo rambutan lumayan keras untuk perut kosong. Kalo aku 70% yakin. Dah ngrasain sendiri.
Walaupun tidak tepat 100%, boleh kusarankan bila mau makan rambutan (terutama yang satu kresek besar hehehe) terlebih dahulu makan. Jika badan lagi tidak fit, tunda dulu makan rambutannya. Hanya untuk jaga-jaga. Atawa siapa berani mencoba sarapan rambutan seperti diriku??

Demikian sepenggal cerita seikat rambutan. Sampai jumpa lagi....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar