Pernah digigit lintah? Atau pernah terluka kena pisau, parang atau sejenisnya? Mungkin gak jadi masalah kalo kita sedang di rumah. P3K siap mengatasi. Tapi kalo kita sedang berwisata? Atau sedang jalan-jalan ke gunung, air terjun, sawah atau lainnya? Jangan kuatir. aku si 'tukang ngarit' bisa membantu.
Di kampungku terkenal dengan nama mbandotan. Gak tau asal usulnya. Yang jelas itu pantangan buat tukang ngarit, karena 'wedus gembel' (domba) gak mungkin mau memakannya. Dalam kehidupan tukang ngarit, tentu tak perlah lepas dari luka akibat kena sabit. Apalagi kalo musim hujan, darah yang keluar susah dihentikan. 'Lintah darat' (dikenal dengan istilah pacet) juga siap menyerang kapan saja. Yang bikin nggilani bekas gigitannya. Darah keluar susah dihentikan. Buruan dah cari mbandotan. Gini caranya:
1. Petik satu lembar daunnya, pilih yang muda dan lebar. Bersihkan.
ludahi beberapa kali (biar tambah mantab hehehe)
2. Digulung-gulung, tapi jangan sampai robek sampai 'lecek'
3. Dibuka kembali gulungannya, kemudian tempelkan di bekas luka tadi.
Jika darah masih mengalir maka ulangi dua atau tiga kali. Menurut pengalaman si tukang ngarit, darah dengan sukarela berhenti keluar.
Hal sederhana inipun pernah membuat seorang ustadz terheran-heran ketika sedang berwisata ke Situgunung, Sukabumi, ketika mendapat hadiah tergigit lintah di pahanya. Lintahnya dicabut, darahnya gak mau berhenti sampe 'pating ndlewer' di kaki beliau. Panik lah beliau.
Karena ini ilmu rahasia (diludahi hehehe), maka kuracik dengan sembunyi-sembunyi. Racikan beres, dan langsung ditempel. Alhamdulillah darah langsung berhenti keluar.
Saking takjubnya beliau sampai dibuat kuis pada perjalanan pulangnya. Tapi si tukang ngarit pura-pura tidur. Pengalaman yang indah.
Demikian sederek-sederek, semoga bermanfaat. Suwun...
Jumat, 25 April 2014
Rabu, 23 April 2014
Cara Membuat Air Kolam Koi Tetap Bening, Beserta Gambar
Beberapa hari yang lalu adikku mengeluhkan air kolam koinya cepat berubah menjadi hijau. Khusushon penggemar koi tentu sangat paham jika air kolamnya berubah warna, maka keindahan lenggak-lenggok koi dengan pesona warnanya ikut memudar. Seolah rembulan tertutup awan. Redup sinarnya. Mau tak mau setiap tiga hari sekali harus dikuras. Sungguh merepotkan.
Jika kita tidak ingin direpotkan dengan kuras-menguras atau ganti-mengganti air, maka da beberapa hal yang perlu dipersiapkan:
1. Filter. Kalo kita datang ke toko koi, tentu disana banyak sekali ditawarkan beraneka ragam filter. Tapi pengalamanku itu tidak bertahan lama. Jadi lebih enak kalo kita mempersiapkan tempat khusus untuk filter. Ukuran filter yang baik minimal seperempat dari kolam.
Seperti gambar diatas kira-kira. Namun itu bukan filter yang baik karena pompalah yang mensuplai filter. Ini akan mengurangi umur pompa atau kita cukup direpotkan untuk selalu membersihkan pompa dari sumbatan kotoran. Lebih sip kalo pompa digunakan untuk mempompa air yang sudah bersih.
Isi filter:
- filter 1: ijuk atau kemoceng senar. Kalo aku lebih memilih kemoceng senar (istilahku sendiri tuh. Nama sebenarnya gak ngerti) karena lebih mudah dibersihkan dan tahan lama. Harganya kalo di sentra koi Bogor 25 ribuan. Fungsinya untuk menyaring kotoran yang 'besar'.
- filter 2: bioball atau dikosongkan saja buat endapan kotoran 'kecil'.
- filter 3: arang. Bagi yang pas-pasan dananya, arang bisa dijadikan alternatif karena satu karung besar 40 ribuan. Kalo menggunakan karbon aktif pasti lebih mahal.
- filter 4: batu zeolit fungsinya untuk menyeimbangkan asam-basa air. Apalagi untuk kolam dari air tanah maupun yang terkena hujan langsung. Agak mahal tapi. satu karung kecil 50 ribuan.
Jangan ragu-ragu ngasih ijuk atau kemoceng, arang sama batu zeolitnya ya. Banyakin! Agar fungsi filter bisa lebih maksimal.
2. Intensitas cahaya matahari. Diupayakan jangan terlalu lama terkena sinar matahari langsung agar ganggang penyebab air hijau tidak berkembang biak dengan baik.
3. Pompa air. Kurang maksimal fungsi filter kalo pompanya gak mendukung. Pompa yang baik adalah pompa yang bisa mengalirkan seluruh air dalam kolam dalam 1 jam. Silakan dihitung sendiri ukurannya.
Mudah-mudahan dengan filter yang baik, tidak perlu lagi acara kuras-menguras atau ganti-mengganti air saban minggu. Biarkan saban hari kita menikmati indahnya koi, repotnya kita buang jauh-jauh. Wusss...
Demikian sedikit yang bisa di gethok-tularkan, mudah-mudahan bermanfaat.
Jika kita tidak ingin direpotkan dengan kuras-menguras atau ganti-mengganti air, maka da beberapa hal yang perlu dipersiapkan:
1. Filter. Kalo kita datang ke toko koi, tentu disana banyak sekali ditawarkan beraneka ragam filter. Tapi pengalamanku itu tidak bertahan lama. Jadi lebih enak kalo kita mempersiapkan tempat khusus untuk filter. Ukuran filter yang baik minimal seperempat dari kolam.
Seperti gambar diatas kira-kira. Namun itu bukan filter yang baik karena pompalah yang mensuplai filter. Ini akan mengurangi umur pompa atau kita cukup direpotkan untuk selalu membersihkan pompa dari sumbatan kotoran. Lebih sip kalo pompa digunakan untuk mempompa air yang sudah bersih.
Isi filter:
- filter 1: ijuk atau kemoceng senar. Kalo aku lebih memilih kemoceng senar (istilahku sendiri tuh. Nama sebenarnya gak ngerti) karena lebih mudah dibersihkan dan tahan lama. Harganya kalo di sentra koi Bogor 25 ribuan. Fungsinya untuk menyaring kotoran yang 'besar'.
- filter 2: bioball atau dikosongkan saja buat endapan kotoran 'kecil'.
- filter 3: arang. Bagi yang pas-pasan dananya, arang bisa dijadikan alternatif karena satu karung besar 40 ribuan. Kalo menggunakan karbon aktif pasti lebih mahal.
- filter 4: batu zeolit fungsinya untuk menyeimbangkan asam-basa air. Apalagi untuk kolam dari air tanah maupun yang terkena hujan langsung. Agak mahal tapi. satu karung kecil 50 ribuan.
Jangan ragu-ragu ngasih ijuk atau kemoceng, arang sama batu zeolitnya ya. Banyakin! Agar fungsi filter bisa lebih maksimal.
2. Intensitas cahaya matahari. Diupayakan jangan terlalu lama terkena sinar matahari langsung agar ganggang penyebab air hijau tidak berkembang biak dengan baik.
3. Pompa air. Kurang maksimal fungsi filter kalo pompanya gak mendukung. Pompa yang baik adalah pompa yang bisa mengalirkan seluruh air dalam kolam dalam 1 jam. Silakan dihitung sendiri ukurannya.
Mudah-mudahan dengan filter yang baik, tidak perlu lagi acara kuras-menguras atau ganti-mengganti air saban minggu. Biarkan saban hari kita menikmati indahnya koi, repotnya kita buang jauh-jauh. Wusss...
Demikian sedikit yang bisa di gethok-tularkan, mudah-mudahan bermanfaat.
Manfaat daun "Kenci-kencian" Untuk Mengobati Asam Urat Secara Alami
Beberapa tahun yang lalu, pak bos, aku dan beberapa teman diberi kesempatan untuk 'mengunjungi' kota Makasar. Cuma satu minggu. Acara sosialisasi dan pelatihan di kantor pelayanan setempat. Tugas tentu dilaksanakan dengan baik sekali. Sukses pokoknya.
Ada satu acara non formal yang harus dilakukan (kecuali tongpes alias kantong kempes) untuk mengisi malam-malam di pulau seberang. Wisata kuliner. Siapa yang gak kenal dengan menu-menu khas Makasar yang terkenal dengan maknyusnya? Ada coto makasar, konro sop atau bakar, mi titi dan masih seabreg lainnya. Belum yang ikan bakarnya. Kemences wis lah.
Selagi ada kesempatan, baik siang maupun malam, kami selalu berburu menu-menu baru. Nyoba sana nyoba sini. Ruaarr biasaaaa... Jempol buat kuliner Makasar.
Menjelang hari ke empat, pak bos kurang fit badannya. Asam urat di kakinya berulah. Rasanya senut-senut gak karuan katanya. Kasihan banget. Memakai sepatu saja kelihatan sangat tersiksa. Masuk kantor dengan kaki terpincang-pincang. Mesakno mesakno... Dan haripun dilalui pak bos dengan berat.
Infor sakitnya pak bos sampai ke teman-teman di Makasar. Ternyata ada seorang ibu senior yang pernah mengalami hal yang sama. Aku lupa namanya. Empatinya luar biasa. Siang itu beliau langsung mencari sesuatu untuk diberikan ke pak bos. Tanaman pereda asam urat katanya.
Sore hari, hadiah tersebut sampai. Ternyata bukan tanaman asing bagiku. Di kampung disebut sebagai kenci-kencian. Kalo kenci betulan biasanya dijadikan sayur godog sebagai teman sambel kelapa (jadi kangen sama simbok nih... dah lama gak pulkam). Makanan sehat alami.
Untuk meredakan asam urat caranya sangat mudah.
Terima kasih Makasar yang telah memenuhi selera kuliner kami-kami. Terima kasih juga untuk teman-teman di Makasar dengan resep pereda asam uratnya. Tanaman yang hanya dijadikan anak-anak kecil sebagai pelengkap mainan pasar-pasaran di kampung, ternyata mempunya kasiat luar biasa.
Sampean kena asam urat? Monggo dicoba...
Sampai jumpa.
Ada satu acara non formal yang harus dilakukan (kecuali tongpes alias kantong kempes) untuk mengisi malam-malam di pulau seberang. Wisata kuliner. Siapa yang gak kenal dengan menu-menu khas Makasar yang terkenal dengan maknyusnya? Ada coto makasar, konro sop atau bakar, mi titi dan masih seabreg lainnya. Belum yang ikan bakarnya. Kemences wis lah.
Selagi ada kesempatan, baik siang maupun malam, kami selalu berburu menu-menu baru. Nyoba sana nyoba sini. Ruaarr biasaaaa... Jempol buat kuliner Makasar.
Menjelang hari ke empat, pak bos kurang fit badannya. Asam urat di kakinya berulah. Rasanya senut-senut gak karuan katanya. Kasihan banget. Memakai sepatu saja kelihatan sangat tersiksa. Masuk kantor dengan kaki terpincang-pincang. Mesakno mesakno... Dan haripun dilalui pak bos dengan berat.
Infor sakitnya pak bos sampai ke teman-teman di Makasar. Ternyata ada seorang ibu senior yang pernah mengalami hal yang sama. Aku lupa namanya. Empatinya luar biasa. Siang itu beliau langsung mencari sesuatu untuk diberikan ke pak bos. Tanaman pereda asam urat katanya.
Sore hari, hadiah tersebut sampai. Ternyata bukan tanaman asing bagiku. Di kampung disebut sebagai kenci-kencian. Kalo kenci betulan biasanya dijadikan sayur godog sebagai teman sambel kelapa (jadi kangen sama simbok nih... dah lama gak pulkam). Makanan sehat alami.
Untuk meredakan asam urat caranya sangat mudah.
- Ambil segenggam kenci-kencian, diremas-remas sampai agak lumat (agak ya, tidak perlu sampai lumat betulan)
- Siapkan air putih panas, boleh dari termos atau yang baru mendidih satu gelas
- Masukkan kenci-kencian tadi dan tutup gelas tadi hingga air menjadi hangat
- Diminum menjelang tidur.
Terima kasih Makasar yang telah memenuhi selera kuliner kami-kami. Terima kasih juga untuk teman-teman di Makasar dengan resep pereda asam uratnya. Tanaman yang hanya dijadikan anak-anak kecil sebagai pelengkap mainan pasar-pasaran di kampung, ternyata mempunya kasiat luar biasa.
Sampean kena asam urat? Monggo dicoba...
Sampai jumpa.
Selasa, 22 April 2014
Cara Agar Puas Makan Petai atau Jengkol Tanpa Menimbulkan Bau
Sebagian besar orang atau bahkan aku sendiri agak mikir-mikir kalo disodori menu petai atau jengkol. Padahal sih, sungguh sangat menggiurkan. Apalagi dimasak dengan senyum sumringah istri. Hmmm... mana tahaaaannn...
Hanya efek samping yang membuat sebagian orang menjadi mundur teratur. Bisa-bisa seisi rumah pada protes tuh. Tapi jangan kuatir. Sudah ada solusi yang sangat mujarab.
Diawali dari acara ngaliwet bareng dengan teman selepas pengajian malam minggu. Menunya cukup sederhana sebetulnya. Tapi itu menu yang spesial buatku. Nasi dicampur ikan teri, santan dan bumbu-bumbu dimasak bersamaan. Beberapa jenis daun lalapan yang sudah direbus ikut menghiasi gundukan nasi liwet yang dihamparkan diatas daun pisang. Sambal dan krupuk menambah maknyus menu malam itu.
Ada satu jenis lalapan, daun rerincikan, orang menamakannya yang mempunyai kasiat untuk mengarumkan air seni. Masa sih? Setengah tidak percaya, kucoba untuk mengambil lebih banyak dibandingkan teman lainnya. Rasanya ada sedikit sengir, seperti patraseli, ada rasa jamu, agak wangi. Wah susah dah menggambarkannya.
Setahuku, lalapan itu banyak ditanam sebagai pagar atau tanaman hias. Sampai saat ini belum ketemu istilah populer dari tanaman tersebut.
Esok harinya, protap yang paling dulu dilakukan adalah BAK. Betul?
Ternyata benar 100%. Air seni menjadi wangi. Tidak seperti biasanya. Hmmm, boleh juga tuh buat dicoba lebih lanjut, pikirku. Lebih mantap lagi, ketika siang hari keringat yang keluar baunya juga wangi. Keren kan?? Dan bisa bertahan sekitar dua atau tiga hari. Luar biasa. Makan sekali wanginya berhari-hari.
Sabtu kemaren habis pesta petai. Sorenya kuambil beberapa pucuk rerincikan yang diberi oleh teman, cuci dan direbus beberapa lama. Pingin tau hasilnya? Hmmmm terbukti wangi hehehe... Petai pun kalah. Bisa menikmati petai sepuasnya tanpa efek samping yang bikin orang lain nutup hidung.
Silakan dicoba sendiri dah. Tidak memberikan janji, tapi bukti. Monggo....
Hanya efek samping yang membuat sebagian orang menjadi mundur teratur. Bisa-bisa seisi rumah pada protes tuh. Tapi jangan kuatir. Sudah ada solusi yang sangat mujarab.
Diawali dari acara ngaliwet bareng dengan teman selepas pengajian malam minggu. Menunya cukup sederhana sebetulnya. Tapi itu menu yang spesial buatku. Nasi dicampur ikan teri, santan dan bumbu-bumbu dimasak bersamaan. Beberapa jenis daun lalapan yang sudah direbus ikut menghiasi gundukan nasi liwet yang dihamparkan diatas daun pisang. Sambal dan krupuk menambah maknyus menu malam itu.
Ada satu jenis lalapan, daun rerincikan, orang menamakannya yang mempunyai kasiat untuk mengarumkan air seni. Masa sih? Setengah tidak percaya, kucoba untuk mengambil lebih banyak dibandingkan teman lainnya. Rasanya ada sedikit sengir, seperti patraseli, ada rasa jamu, agak wangi. Wah susah dah menggambarkannya.
Setahuku, lalapan itu banyak ditanam sebagai pagar atau tanaman hias. Sampai saat ini belum ketemu istilah populer dari tanaman tersebut.
Esok harinya, protap yang paling dulu dilakukan adalah BAK. Betul?
Ternyata benar 100%. Air seni menjadi wangi. Tidak seperti biasanya. Hmmm, boleh juga tuh buat dicoba lebih lanjut, pikirku. Lebih mantap lagi, ketika siang hari keringat yang keluar baunya juga wangi. Keren kan?? Dan bisa bertahan sekitar dua atau tiga hari. Luar biasa. Makan sekali wanginya berhari-hari.
Sabtu kemaren habis pesta petai. Sorenya kuambil beberapa pucuk rerincikan yang diberi oleh teman, cuci dan direbus beberapa lama. Pingin tau hasilnya? Hmmmm terbukti wangi hehehe... Petai pun kalah. Bisa menikmati petai sepuasnya tanpa efek samping yang bikin orang lain nutup hidung.
Silakan dicoba sendiri dah. Tidak memberikan janji, tapi bukti. Monggo....
Senin, 21 April 2014
Mengapa Rambutan Bisa Menyebabkan Tipes?
Sopo nyono pinginnya ngirit malah jadi pesakitan di bangsal rumah sakit?
Cerita ini terjadi di era tahun 2005, dua minggu sebelum Iedul Adha.
Sekian lama ngempet rindu pada ortu, diputuskan untuk pulkam hari Sabtu pagi ke kota kecil penuh kenangan, Wonosobo. Pernah dengar dataran tinggi Dieng? Kripik jamur atau mi ongklok yang terkenal maknyus disantap panas-panas? Itulah tempat kelahiranku. Mungkin lain kali tak critain ya. Karena kepingin leyeh-leyeh alias nyantai dan tidak terburu-buru, maka dipilihlah kereta api. Padahal naik kereta api harus nyambung bis kisaran dua jam setengah lagi. Kalo naik bis, bisa langsung turung depan kampung.
Singkat cerita, tanpa sarapan langsung menuju stasiun Jatinegara. Alhamdulillah tiket KA Sawunggalih pagi masih tersedia. Beli tiket tanpa antri panjang. Tak lama menunggu keretapun datang. Jug ujug ujuuug... kaya lagu yang lagi ngetren sekarang hehehe.
Kliyep-kliyep, mata semakin sepet. Tapi perut protes minta untuk diisi. Cacing-cacing sudah berdemo sejak tadi. Pegawai restorasi hilir mudik menawarkan menu menggoda. Tapi 'ngirit' kuncinya.
Sampai sekitar Cikampek, beberapa pedagang rambutan naik kereta dan mulai menjajakan dagangannya. Hmmm enak nih makan rambutan, pikirku. Harganya satu ikat berisi tiga ikatan kecil 10 ribu rupiah, tanpa nawar langsung tak bayar. Lumayan sebagai pengganti sarapan atau makan siang sekaligus. Maklum, satu tas kresek besar.
Sambil menahan kemecer, satu persatu rambutan kukupas dan pluk, masuk ke mulut. Hmmm maniiisss. Sesekali bijinya juga tak makan. Dah pernah makan biji rambutan? Rasanya kaya kacang almond (versi orang lapar hehehe). Mantap pokoke lah...
Dalam satu episode, rambutan satu tras kresek besar perpindah ke perut beserta sebagian biji-bijinya. Kenyang. Cukup bekal sampai ke Wonosobo.
Beberapa kali tertidur, sampai ke Purwokerto. Dari stasiun nyambung naik becak ke terminal. Ongkosnya sama dengan satu ikat rambutan tadi.
Dipilih bisnya dan brruuummmmm menuju kota nan asri.
Segala hajat sudah terlunaskan. Segala kerinduan sudah terpenuhkan. Minggu sore waktunya kembali ke Jakarta.
Badan mulai gak enak. Kepala sedikit puyeng. Otot-otat terasa pegal. Pinggang seperti dipukul. Sampai di rumah kondisi tidak membaik. Bumi seakan bergoyang. Tenaga hilang entah kemana. Gemetar.
Kupaksakan diri naik motor legendaris Suzuki A100 yang suaranya bisa membangunkan batman dalam tidur nyenyaknya, menuju rumah sakit Harum di bilangan Kali Malang.
Cek darah dan sebagainya, aku difonis terkena tipes. Innalillah... Dengan sangat terpaksa menjadi pesakitan selama 5 hari.
Telusur punya telusur, info dari beberapa orang (entah benar atau salah) kalo rambutan lumayan keras untuk perut kosong. Kalo aku 70% yakin. Dah ngrasain sendiri.
Walaupun tidak tepat 100%, boleh kusarankan bila mau makan rambutan (terutama yang satu kresek besar hehehe) terlebih dahulu makan. Jika badan lagi tidak fit, tunda dulu makan rambutannya. Hanya untuk jaga-jaga. Atawa siapa berani mencoba sarapan rambutan seperti diriku??
Demikian sepenggal cerita seikat rambutan. Sampai jumpa lagi....
Cerita ini terjadi di era tahun 2005, dua minggu sebelum Iedul Adha.
Sekian lama ngempet rindu pada ortu, diputuskan untuk pulkam hari Sabtu pagi ke kota kecil penuh kenangan, Wonosobo. Pernah dengar dataran tinggi Dieng? Kripik jamur atau mi ongklok yang terkenal maknyus disantap panas-panas? Itulah tempat kelahiranku. Mungkin lain kali tak critain ya. Karena kepingin leyeh-leyeh alias nyantai dan tidak terburu-buru, maka dipilihlah kereta api. Padahal naik kereta api harus nyambung bis kisaran dua jam setengah lagi. Kalo naik bis, bisa langsung turung depan kampung.
Singkat cerita, tanpa sarapan langsung menuju stasiun Jatinegara. Alhamdulillah tiket KA Sawunggalih pagi masih tersedia. Beli tiket tanpa antri panjang. Tak lama menunggu keretapun datang. Jug ujug ujuuug... kaya lagu yang lagi ngetren sekarang hehehe.
Kliyep-kliyep, mata semakin sepet. Tapi perut protes minta untuk diisi. Cacing-cacing sudah berdemo sejak tadi. Pegawai restorasi hilir mudik menawarkan menu menggoda. Tapi 'ngirit' kuncinya.
Sampai sekitar Cikampek, beberapa pedagang rambutan naik kereta dan mulai menjajakan dagangannya. Hmmm enak nih makan rambutan, pikirku. Harganya satu ikat berisi tiga ikatan kecil 10 ribu rupiah, tanpa nawar langsung tak bayar. Lumayan sebagai pengganti sarapan atau makan siang sekaligus. Maklum, satu tas kresek besar.
Sambil menahan kemecer, satu persatu rambutan kukupas dan pluk, masuk ke mulut. Hmmm maniiisss. Sesekali bijinya juga tak makan. Dah pernah makan biji rambutan? Rasanya kaya kacang almond (versi orang lapar hehehe). Mantap pokoke lah...
Dalam satu episode, rambutan satu tras kresek besar perpindah ke perut beserta sebagian biji-bijinya. Kenyang. Cukup bekal sampai ke Wonosobo.
Beberapa kali tertidur, sampai ke Purwokerto. Dari stasiun nyambung naik becak ke terminal. Ongkosnya sama dengan satu ikat rambutan tadi.
Dipilih bisnya dan brruuummmmm menuju kota nan asri.
Segala hajat sudah terlunaskan. Segala kerinduan sudah terpenuhkan. Minggu sore waktunya kembali ke Jakarta.
Badan mulai gak enak. Kepala sedikit puyeng. Otot-otat terasa pegal. Pinggang seperti dipukul. Sampai di rumah kondisi tidak membaik. Bumi seakan bergoyang. Tenaga hilang entah kemana. Gemetar.
Kupaksakan diri naik motor legendaris Suzuki A100 yang suaranya bisa membangunkan batman dalam tidur nyenyaknya, menuju rumah sakit Harum di bilangan Kali Malang.
Cek darah dan sebagainya, aku difonis terkena tipes. Innalillah... Dengan sangat terpaksa menjadi pesakitan selama 5 hari.
Telusur punya telusur, info dari beberapa orang (entah benar atau salah) kalo rambutan lumayan keras untuk perut kosong. Kalo aku 70% yakin. Dah ngrasain sendiri.
Walaupun tidak tepat 100%, boleh kusarankan bila mau makan rambutan (terutama yang satu kresek besar hehehe) terlebih dahulu makan. Jika badan lagi tidak fit, tunda dulu makan rambutannya. Hanya untuk jaga-jaga. Atawa siapa berani mencoba sarapan rambutan seperti diriku??
Demikian sepenggal cerita seikat rambutan. Sampai jumpa lagi....
Langganan:
Postingan (Atom)